Menelusuri Jejak Nenek Moyang Orang Sunda

Sang Senjaya harus tetap hormat kepada para pinisepuh Galuh yang masih ada yaitu Sang Sempakwaja dan Jantaka.

Selain kepada Sang Purbasora, Sang Sanjaya tidak diijinkan membinasakan para pinisepuh keraton Galuh.

Keadaan politik yang memanas, mendorong Sang Sena-Sanaha lebih menjalin hubungan kekeluargaan dengan saudaranya, Sang Dewasinga ti karajaan Bumi Sambara (Kalingga Selatan). Maka dengan persetujuan Ratu Parwati, Sang Sanjaya dinikahkan kepada Putri Sudiwara, putri dari Sang Dewasinga, cucu dari Sang Narayana(adik dari Ratu Parwati).

Prabu Narayana alias Jaka Iswara menduduki tahta Bumi Sambara sepanjang tahun 695 M – 742 M, beliau pun merasa tersanjung dan ikut bahagia dengan pernikahan Sang Sanjaya – Putri Sudiwara.

Baca Juga:  Hikmah Lahirnya Nabi Muhammad SAW

Sang Putri Sudiwara sendiri adalah adik dari Rakyan Limwana, yang dalam sejarah Jawa Tengah disebut-sebut sebagai Prabu Gajayana (760 M – 789 M). Pernikahan Sang Sanjaya – Putri Sudiwara memunculkan putra bernama Rakai Panangkaran (lahir 717 M) adik dari Rakai Panaraban alias Tamperan Barmawijaya, putra Sang Sanjaya dari putri Teja Kancana Ayu Purnawangi, cucu dari Maharaja Sunda Tarusbawa. Ketika Rakai Panangkaran lahir, Rakeyan Panaraban telah berusia 13 tahun.

Catatan: Gelar Rakai ini, di Jawa Tengah bergeser menjadi Rahadian untuk selanjutnya berubah menjadi RADEN. Dan gelar raden tersebut akhirnya digunakan juga oleh keluarga pembesar Sunda. Ketika Tatar Sunda dijajah oleh Kesultanan Mataram, gelar raden inilah yang dipergunakannya.

Baca Juga:  Menelusuri Jejak-Jejak Nenek Moyang Orang Sunda

Kemudian Belanda membuat gelar ‘raden’ tandingan yang bisa dilegalisir dengan membayar kepada pemerintahan Hindia-Belanda. Sesungguhnya, di Jawa Barat dari semenjak dahulu telah memiliki gelar sendiri yang dipergunakan semasa pemerintahan Sang Naharaja Tarusbawa, yaitu RAKEYAN.