Wisata  

Rihlah Islami dan Napak Tilas Para Wali Tanah Banten

Penuli bersama sebagian rombongan di sekitar menara Masjid Banten yang sekalus berfungsi sebagai mercusuar. (Foto: enha ubaidillah)

Impian rehat untuk kembali menghadirkan tenaga baru, serta merta musnah karena setiap menit dijambangi para peminta-minta, para penyandang jasa mijat, para pedagang asongan, para pengamen hingga para tenaga pemungut sidkah atas nama yayasan anu atau pesantren anu, dsb-dsb.

Kita sebagai ‘pelancong kecil’ tidak banyak berbuat apa-apa kecuali mengakrabi kenyataan betapa penghuni dan rakyat dari sebuah negeri yang termashur dengan keindahan alam khususnya dalam hal ini pantainya, ternyata harus meratapi keadaan sebagai seorang tamu asing yang serba dipaksa untuk merogoh sakunya demi membayar keingin tahuan bahwa negeri tercintanya memiliki pesona laut yang sedemikian indah.

Dan itu terjadi hampir di sembarang pantai pesisir barat Banten hingga ke Ujungkulon.

Baca Juga:  Nardi Sunardi: Potensi Wisata di Kecamatan Kertasari Tingkatkan Perekonomian Warga

Bagaimanakah mereka yang tidak memiliki kesempatan memadati koceknya dengan uang bekal.

Sebenarnya, kita ini rakyat negara mana, Bro? Wong mau berakrab-akrab dengan laut negerinya saja harus terintervensi tangan-tangan pengusaha binal juga para penjajah isi “pesak”? Teriak seorang kawan.

Lho, ini negeri plus Enamdua, Guys. Negeri yang berdiri dengan pinjaman modal seangkasa raya.

Wajar lah, kalau segala sesuatunya harus serba bayar, demikian kata kawan di sampingnya, tentu saja dengan garuk-garuk kepala.