Di era masyarakat kelima, kata Wamenag, PTKIN perlu terus berlari, mengejar, mempersempit jarak ketertinggalan, terutama di bidang sains dan teknologi. Pada saat bersamaan, PTKIN juga harus menggali dan memahami aset, potensi, dan keunggulan dirinya dan juga bangsa Indonesia.
“Aset yang kita miliki, baik yang berwujud (tangible) maupun yang tak berwujud (intangible) perlu kita taksir nilainya, dan orang lain juga penting mengetahui nilai dan manfaatnya agar menghargai aset kita itu,” ujar Wamenag.
Aset yang merupakan keunggulan bangsa, kata Wamenag, adalah banyak dan beragamnya produk budaya dan kearifan lokal, serta karakter masyarakat yang senang hidup damai, terbiasa berpadu dalam keragaman. Hal ini perlu dikelola agar dapat menjadi produk budaya yang bernilai tinggi, baik secara ekonomi maupun diplomasi, seperti Amerika dengan holiwoodnya, India dengan Boliwoodnya, atau Jepang dengan kartunnya.
“Pengelolaan kearifan lokal yang kita miliki agar dapat dinilai lebih oleh masyarakat multikultural adalah penting untuk dipahami oleh masyarakat kita sejak dunia pendidikan. Dalam dinamisnya kehadiran kita di gelanggang masyarakat kelima maka sangat mungkin kita tetap akan menjadi bagian dari para pemenang,” katanya.***