Kisah Seputar Lailatur Qadar

Ilustrasi. (Foto: dailysun.com)

DITUKIL dari Kitab Riyadh Ashalihin  juga kitab Riyadh Ashalihin juga Kitab Durrah Annashihin.

Ketika beberapa shahabat mempertanyakan tentang keagungan serta keistimewaan satu malam di antara malam-malam selama Ramadhan.

Bahkan satu malam itu termashur dengan sebutan malam 1000 bulan, malam yang nilai kebajikan serta pahalanya melebihi mengerjakan kebajikan di luar malam tersebut walaupun 1.000 bulan lamanya.

Kemudian Baginda Rasul saw bercerita bahwa di zaman jauh sebelum risalah beliau saw, lahirlah seorang pahlawan besar di gurun Ghaza.

Pahlawan itu bernama Syam’un Al-Ghazi rhl dan berjuang di sabilillah selama 1.000 bulan tanpa henti.

Siang hari menumpas kebatilan sedangkan malam harinya bersujud, shalat semalaman.

Baginda Rasul saw menuturkan bahwa sosok Syam’un adalah satu di antara para wali Allah yang tentunya dianugerahi macam-macam karomah.

Begitu pun pahlawan Ghaza ini, ia bertubuh kebal senjata tajam, bertenaga super serta memiliki senjata andalan berupa pedang yang terbuat dari tulang geraham unta besar. Selain itu, mulutnya pun mampu mengeluarkan makanan serta minuman dengan sendirinya.

Dengan demikian para kafirin musuh pahlawan tersebut merasa kewalahan menghadapinya apalagi untuk meringkusnya.

Para pimpinan kafirin kemudian bersatu menyusun strategi penangkapannya, tercetuslah ide cemerlang nan gila yaitu membujuk istri Sang Pahlawan dengan tawaran kekayaan serta kedudukan agar senantiasa mencuri tahu kelemahan suaminya.

Baca Juga:  [Khutbah Jumat] Iman Sebagai Dasar Persatuan

Strategi itu berlangsung mulus, karena istri dari Sang Pahlawan tersebut dengan mudahnya mau mengikuti arahan para pimpinan kafirin.

Tentu saja di luar sepengetahuan suaminya.

Ia pun dibekali tambang besar serta sebentang rantai ukuran besar.

Malam pun tiba, ketika Sang Pahlawan gagah itu beristirahat tidur, dengan cekatan sang Istri meringkus tubuh suaminya mempergunakan tambang besar.

Tapi kemudian tambang besar itu putus bercerabutan ketika Sang Pahlawan terbangun dan di malam selanjutnya, sang Istri merantai ketat tubuh suaminya dan hasilnya sama, ikatan rantai itu ambrol oleh satu gerakan tubuhnya.

“Tiada lain dan tiada bukan, perlakuanku demikian adalah untuk menguji sampai di manakah kemampuanmu, wahai suamuku! Dengan tujuan untuk lebih meningkatkan kecintaanku padamu.” demikian sandiwara sang Istri hingga tanpa sadar Sang Syam’un membuka rahasia kesaktiannya serta karamah besarnya.

“Sekuat apapun Engkau ikat tubuhku, tak akan mampuh melumpuhkan tenaga superku karena Aku ini seorang waliyullah yang senantiasa selalu dilindungi.

Akan tetapi bukan berarti Aku tidak dilengkapi kelemahan.”

Baca Juga:  Akselerasi Peningkatan Mutu, Kemenag akan Latih Ribuan Calon Pengawas Madrasah

“Kelemahan serta nahasmu itu apa, Wahai Suamiku?” ucap sang Istri menyambar.

“Tubuhku akan lemas dan kehilangan tenaga supernya, apabila diikat oleh satu atau dua lembar rambutku sendiri.”

Begitulah kata Sang Syam’un.

Pantesan rambutnya selalu digelung oleh karena terlalu kepanjangan dan tak satupun senjata tajam mampu memotongnya, demikian gerutu hati Sang Istri.

Benar saja, suatu malam ketika Syam’un tengah tertidur, sang Istri segera mencabut tiga helai rambut suaminya dan dengan segera diikatkan ke seluruh tubuh kekar itu.

Sementara sang suami terikat erat dan kehilangan kesaktiannya, sang Istri segera mendatangi para pemimpin kafirin.

“Habislah, Engkau, wahai Pahlawan

 

Ghaza keparat!” Teriak mereka setelah mengetahui Syam’un tak berdaya.

Mereka mengaraknya sepanjang jalan menuju alun-alun di sana terdapat tiang salib penyiksaan para pesakitan.

Syam’un pun disiksa habis-habisan, bahkan seluruh warga sekitar pun berkenan “mencicipi” tubuh Sang Pahlawan dengan sayatan atau lemparan.

Puncak dera siksa adalah satu persatu anggota tubuh Sang Pahlawan dipotong dan dipreteli hidup-hidup hingga sampailah pemotongan itu ke arah lidahnya.

Sang Pahlawan barulah membuka suara; Wahai Rabb, andai lidahku terpotong gerangan dengan apa lagi hamba ini dapat bertasbih memuja muji nama-Mu dan andai Hamba ini diperkenankan panjang umur maka hamba bersumpah akan beribadah selama 1.000 bulan siang dan juga malamnya.

Baca Juga:  Amalan Sambut Ramadhan

Doa Sang Waliyullah itu cepat melesat menembus Arasy hingga tak butuh waktu lama lagi tenaga supernya kembali berfungsi dan bereaksi, sekali ia membentak, putuslah rantai beserta rambut pengikat tubuhnya, berhamburan para kafirin terkena angin hentakan juga tercerabutlah tiang salib tersebut dan kembali Sang Pahlawan Ghaza menyambung potongan-potongan tubuhnya.

Lalu kembali satu hentakan kaki ya meluluhlantakkan seluruh manusia yang berjubel ketika itu bahkan balkon tempat para pemimpin kafirin bercokol pun ambruk.

Dalam hal ini termasuk juga istri Sang Pahlawan.

Ia tewas mengenaskan dengan noda dan dosa pengkhianatan.

Setelah Sang Pahlawan menunaikan janjinya untuk beribadah selama 1.000 bulan menjelang kepulangannya ke hadrah Allah swt. Kata Baginda Rasul saw; dua preode perjuangan dan ibadah Syam’un selama 1.000 bulan itu, masih di bawah keistimewaan malam lailatulqadar.

Demikian kilasan hikayat lailaturqadar.

Cerita Syam’un kemudian banyak diadopsi sebagai cerita roman atau film-film dunia dengan nama Samson.(emha ubaidillah)***