Anggota DPR RI Ini Nilai Perencanaan Proyek KC Jakarta-Bandung Kurang Matang, Komentarnya Menohok…

Poto: Dok.pribadi/tangkapan layar/istimewa

POTENSINETWORK.COM — Anggota DPR RI dari Fraksi PKS Suryadi Jaya Purnama menanggapi jadwal operasional proyek ambisius Kereta Cepat Jakarta Bandung yang kembali mengalami kemunduran menjadi pertengahan tahun 2023.

Sebelumnya, kata pria yang akrab disapa SJP, jadwal operasional ini telah mengalami beberapa kali kemunduran, mulai dari tahun 2019 kemudian menjadi tahun 2021, lalu menjadi tahun 2022 dan terakhir menjadi tahun 2023.

“Selain jadwal yang mundur proyek kereta cepat ini juga mengalami pembengkakan biaya, dimana semula diperkirakan akan menelan biaya sekitar Rp 84,9 triliun sekarang diprediksi membengkak sekitar 27% atau Rp 24 triliun menjadi sekitar Rp 108,9 triliun,” terang SJP, seperti dilansir dari laman resmi PKS.

Beberapa kendala, kata SJP, yang menyebabkan kemunduran jadwal dan pembengkakan biaya ini diantaranya adalah biaya pengadaan lahan yang memakan porsi cukup besar, persoalan geologis pada saat pembuatan tunnel dan biaya penggunaan frekuensi GSM-R untuk komunikasi kereta cepat serta beberapa masalah lainnya.

“FPKS melihat semua persoalan ini disebabkan karena kurang matangnya perencanaan yang dibuat akibat adanya unsur ketergesaan pada awal membuat keputusan tentang proyek kereta cepat ini. Dimana hal ini dapat dipengaruhi oleh filosofi Presiden Jokowi sendiri yaitu kerja, kerja, kerja sehingga proses perencanaan yang tidak terlihat secara kasat mata sebagai suatu bagian dari kerja menjadi sedikit terabaikan,” jelas Anggota Komisi V DPR RI ini.

Kurang baiknya perencanaan ini, imbuh SJP, terlihat dari belum masuknya penggunaan frekuensi GSM-R ke dalam anggaran awal serta adanya masalah geologis yang tidak terprediksi secara akurat membuktikan kurangnya pemetaan yang dilakukan.

“Sebagai akibat dari terjadinya kemunduran jadwal dan pembengkakan biaya pembangunan kereta cepat ini muncul masalah permodalan, dimana kondisi keuangan dari BUMN saat ini juga belum begitu bagus akibat banyaknya penugasan dan adanya pandemi Covid-19,” ujarnya.

Sehingga, kata SJP, Pemerintah terpaksa mengucurkan dana PMN dari APBN kepada PT.KAI sebesar Rp 6,9 triliun pada Desember 2021 yang sebagian dananya digunakan untuk pembiayaan proyek kereta cepat tersebut. Padahal pada awal proyek ini bergulir Pemerintah juga telah menjanjikan bahwa proyek ini tidak akan menggunakan APBN.

“Karena adanya penggunaan APBN pada proyek ini, maka FPKS meminta agar Pemerintah melalui BPKP segera menuntaskan audit terhadap proyek kereta cepat ini. Agar segera terungkap mengapa terjadi pembengkakan biaya hingga mencapai sekitar 27% dari rencana awal, terutama pada biaya pengadaan lahan perlu ditelusuri apakah ada mafia tanah yang terlibat didalamnya,” ungkap SJP.

Kemudian terkait masalah teknis, tambahnya, juga perlu didalami sejauh mana tingkat keakuratan dari perencanaan yang dibuat.

“Perlu ditelusuri juga apakah ada unsur kesengajaan agar terlihat lebih murah dari penawaran Jepang, sehingga tidak memasukkan beberapa komponen biaya seperti penggunaan frekuensi GSM-R. Semua hal ini diharapkan segera terungkap dari audit yang sedang dilakukan,” tutup Anggota DPR asal Dapil NTB ini.***