“Kami ada bukti-bukti kwitansi pungutan-pungutan sewa yang dilakukan oknum pegawai PTPN dengan harga perhektar Rp15 juta yang disewakan. Malah sekarang naik dari Cikembang naik ke Lodaya. Tapi kami tegaskan itu bukan yang melakukannya bukan masyarakat Kertasari,” katanya.
Menanggapi pernyataan dari Enjang, pihak PTPN VIII yang diwakili Dedi mengucapkan terima kasih dengan adanya data-data yang dipaparkan tadi. Selanjutnya ia meminta kepada masyarakat apabila melihat atau mengetahui oknum-oknum tersebut untuk segera melaporkannya.
“Kami akan menindaknya dengan tegas sesuai dengan ketentuan karena jelas perbuatannya itu sangat merugikan semua pihak. Dan dilakukan untuk kepentingan pribadinya,” sahut Dedi.
Di kesempatan itu Dedi menjelaskan program Penangan Okupasi PTPN VIII untuk Pemberdayaan Masyarakat Desa Kebun (PMDK), diantaranya;
- Dalam rangka memelihara potensi lahan perkebunan yang belum optimal dan menjaga kelestarian lingkungan serta mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui program kemitraan sesuai Undang-undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan dan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 71 Tahun 2020 Tentang Fasilitasi Kemitraan Dalam Lahan Perkebunan Besar.
- Melaksanakan fungsi tanggung jawab sosial dan lingkungan (TJSL) untuk meningkatkan nilai tambah perusahaan (Value added) dalam meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat di sekitar perkebunan.
- Melakukan percepatan penyelesaian atas permasalahan aset tetap PTPN VIII yang telah diduduki/dikuasai oleh masyarakat tanpa seizin PTPN VIII (OKUPASI).
Pada item no 3, Dede Juhari, dari Walhi, menyangkalnya, kalau masyarakat Kertasari mengolah lahan itu sudah sejak lama sebelum PTPN dibentuk. Jadi masyarakat tidak bisa disalahkan. Sebab tanah itu milik negara pastinya itu tanah punya Alloh.