Menelusuri Jejak Nenek Moyang Orang Sunda

BAB XXVII
Tatar Sunda Panca Insiden Bubat

PERANG Paregreg di Majapahit sangat mempengaruhi suasana kerajaan Sunda dan Galuh, karena menjadi sasaran evakuasi (mengungsi) warga juga sebahagian para petinggi Majapahit.

Rombongan pengungsi lainnya dipimpin oleh Rafen Baribin, saudara seayah Prabu Kretabhumi. Sampai di Kawali ibu kota kerajaan Galuh, mereka disambut oleh Prabu Dewa Niskala, malahan Raden Baribin sendiri dijodohkan kepada anaknya, Ratna Ayu Kirana.

Seorang gadis pengungsi yang berkeadaan ‘hulu lanjar’ atau istri larangan atau gadis yang berada dalam pinangan dan pada saat itu terpisahkan oleh keadaan perang saudara Majapahit.

Baca Juga:  Menelusuri Jejak-Jejak Nenek Moyang Orang Sunda

Aturan Majapahit-Sunda sama pada waktu itu bahwa gadis hulu lanjar tidak boleh dikawin oleh laki-laki lain terkecuali terpisahkan oleh kematian atau terjadi pembatalan.

Akan tetapi Prabu Dewa Niskala tidak mengindahkan peraturan itu, ia bersikeras menjadikan gadis ‘hulu lanjar’ tersebut sebagai selirnya. Dengan demikian, keraton Kawali “geunjleung” gonjang-ganjing serta dengan cepat berita hulu lanjar dikawin itu menyebar ke mana-mana bahkan akhirnya sampai di telinga Prabu Susuk Tunggal, raja Sunda di Pakuan.

Dewa Niskala telah menginjak-nginjak hukum Nusantara dan juga hukum ‘ngarempak pacaduan’ keluarga keraton Kawali yang melarang terjadi perkawinan dengan orang Majapahit pasca perang Bubat.

Baca Juga:  Tasyakur Paguyuban Cililin Raya Tempo Doeloe Berikut Milangkala Batulayang ke-392

Jelas, Prabu Dewa Niskala bersalah, secara sengaja melanggar peraturan tatar Sunda-Galuh.