Terakhir, SYL mengatakan, sektor pangan sesuai kesepakatan yang ada merupakan sektor super prioritas yang harus dikelola bersama dan berkelanjutan.
Oleh karena itu, menurutnya pula, anggaran di semua negara juga harus dinaikkan untuk mendukung ketersediaannya.
“Kalau kita bicara konteks global, mapping kita terhadap yang mana negara-negara yang bersoal pangannya harus bisa kita pastikan untuk melakukan langkah seperti apa subjeknya, objeknya, dan metodologi yang kita pakai untuk membantu mereka yang sorted di bidang pangan,” ujarnya.
“Di kami (Indonesia) sekarang ini stoknya 10,2 juta ton beras. Tapi intinya semua kekuatan dari sebuah negara yang sudah melampaui kemampuan atau ketersediaannya untuk tingkat nasional masing-masing harus dicanangkan untuk kepentingan global,” katanya.
Masih menurut dia, yang juga tidak kalah penting adalah meningkatkan skala produksi pangan lokal untuk mensubtitusi gandum.
Saat ini, ia sebut, kementan telah menyiapkan sagu, gandum, dan singkong sebagai bahan pembuat tepung pengganti gandum.
“Memang kami harus mempersiapkan langkah substitusi pada masalah gandum itu, kami persiapkan sagu, kami persiapkan singkong dan kami persiapkan juga sorgum. Oleh karena itu menurut saya yang paling penting memang kerjasama global ini dimantapkan tidak hanya sebatas retorika dan diskusi. Tetapi bagaimana monitoring langkah lanjut di tingkat implementasi kebutuhan yang ada,” katanya.***