“Tetapi setelah saya cek, ternyata baru 46 juta. Artinya kurang 80 juta sertifikat yang belum. Saya tanya ke Menteri ATR/BPN, ternyata setahun bisa buat 500.000 sertifikat tanah. Artinya, kurang 80 juta dan setahun hanya bisa buat 500.000 sertifikat tanah, bapak ibu harus nunggu 160 tahun untuk pegang sertifikat,” tuturnya.
Jokowi pun memerintahkan Menteri ATR/BPN untuk memperbaiki sistemnya, dan meminta seluruh Kantor BPN untuk bekerja keras dan ia meminta menjadi 5 juta dari 500.000 sertifikat tanah.
“Dari 5 juta melompat jadi 10 juta (sertifikat tanah). Ternyata kita bisa. BPN juga bisa,” ucapnya.
Jokowi mengatakan rakyat yang sudah memegang sertifikat tanah itu tanda bukti hukum atas tanah yang dimiliki. Sehingga masyarakat harus mengerti dan paham kepemilikan lahan atau tanahnya.
Di dalam sertifikat tanah itu, kata dia, ada nama pemegang hak atas tanah, alamat, luas lahan dan lain-lain. Presiden meminta kepada para pemilik sertifikat tanah itu untuk difoto kopi, saat hilang dan masih punya foto kopi mengurusnya lebih mudah.
“Kalau mau ‘disekolahkan’ juga enggak apa-apa. Tapi tolong, saya titip kalau ini dipakai untuk jaminan ke bank, untuk anggunan ke bank, betul-betul dihitung betul. Dikalkulasi betul, jangan sampai besok pergi ke bank, pakai anggunan dapat pinjaman Rp 400 juta. Jangan dipakai untuk beli barang-barang konsumtif. Hati-hati,” tuturnya.
Ia berharap pinjaman dari bank itu semuanya gunakan untuk modal kerja. Semuanya gunakan untuk modal usaha. “Jangan sampai dibelikan barang-barang konsumtif, misalnya mobil, sepeda motor, televisi. Itu uang pinjaman, dan harus dikembalikan. Harus hati-hati,” katanya.