CIMAHI, Potensinetwork.com – Kampung Adat Cireundeu memiliki keunikan tersendiri, karena selain terletak di tengah sebuah Kota, masyarakat Kampung Adat Cireundeu juga masih memegang teguh adat istiadat dan masih melaksanakan berbagai adat tradisi leluhur. Terletak di Kelurahan Leuwigajah, Kecamatan Cimahi Selatan Kota Cimahi, Kampung Adat Cireundeu kini sudah resmi menjadi bagian dari Kesatuan Masyarakat Hukum Adat (KMHA). Keunikan lain dari Kampung Adat Cireundeu adalah masyarakatnya yang tidak mengonsumsi beras, melainkan singkong menjadi beras yang disebut rasi (beras singkong}.
Untuk menjaga dan melestarikan warisan leluhur sekaligus menjawab tantangan zaman, Pemerintah Kota Cimahi melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Cimahi menggelar pembinaan bagi Kesatuan Masyarakat Hukum Adat (KMHA) tingkat kota Cimahi tahun 2025 dengan fokus pada pengembangan UMKM berbasis kearifan lokal.
Produk-produk UMKM seperti olahan Seroja, mustopa dan aneka hasil bumi kini tampil lebih memikat lewat kemasan modern, tanpa meninggalkan cita rasa adat yang luhur.
“Hukum adat itu ibarat akar dari pohon besar bernama kehidupan. Sebelum hukum positif lahir, hukum adat sudah lebih dulu hidup, menata, dan menjaga,” ujar seorang tokoh adat dalam acara pembukaan.
Tak hanya itu menurut Wakil Wali Kota Cimahi Adhitia Yudisthira dalam konteks perubahan global, termasuk krisis lingkungan yang kian mendesak, hukum adat dinilai tetap relevan. Ia memuat nilai-nilai universal yang menjadi penopang bagi kehidupan berkelanjutan.
“Selama bumi masih berputar, hukum adat takkan lekang oleh waktu,” tegasnya.
Visi besar pun mulai ditanam: menjadikan Cireundeu sebagai pusat konservasi adat, budaya, dan lingkungan hal ini buka Tanpa alasan. Kota Cimahi pernah menjadi saksi bisu tragedi ekologis terbesar kedua di dunia setelah Filipina,ledakan TPA tahun 2005.
Peristiwa itu menggugah kesadaran ekologis kolektif dan menjadi titik balik menuju pertobatan ekologi.
Kini, lahan seluas 11 hektare di Cirendeu ditawarkan untuk digarap sebagai wilayah konservasi.
“Akses di sini lebih terbuka. MD traffic juga tinggi, wisatawan sering melintas. Kalau disiapkan dengan matang, bisa jadi pusat wisata berbasis budaya dan lingkungan,” ujarnya.
“Dengan dukungan sarana prasarana dan visi yang terarah, Cireundeu bisa melampaui tantangan dan tumbuh sebagai simpul ekowisata unggulan,” katanya. (*)