POTENSINETWORK.COM – Pergerakan sosial hari ini tidak cukup hanya berpijak pada idealisme dan semangat perjuangan. Di tengah arus deras kapitalisme digital dan keretakan sosial akibat gaya hidup konsumtif yang makin individualistik, gerakan sosial perlu membangun fondasi baru: yaitu sistem ekonomi yang berpihak pada kebersamaan, keberlanjutan, dan keadilan. Dalam konteks ini, koperasi hadir bukan sekadar sebagai pilihan strategis, tetapi juga sebagai jalan hidup filosofis.
Kita hidup dalam era yang disebut revolusioner—bukan karena angkat senjata atau perubahan rezim, tetapi karena percepatan informasi, relasi, dan transaksi yang tak terelakkan. Segalanya berlangsung dalam kecepatan tinggi, namun di balik kemajuan itu, manusia justru mengalami ketercerabutan dari komunitasnya. Hidup jadi instan, tetapi makna jadi kosong. Komunikasi makin luas, tetapi keterhubungan emosional dan sosial justru kian rapuh.
Merespons kondisi ini, saya merumuskan satu kalimat reflektif: “Revolusi hidup abadi adalah jatuh cinta dan tinggal di desa.” Ungkapan ini bukan tentang kembali ke kehidupan agraris secara fisik, melainkan kembali kepada nilai-nilai dasar kehidupan: kasih, keterhubungan, dan keberlanjutan dalam struktur komunal.
Dalam pemahaman ini, “jatuh cinta” menjadi simbol dari dorongan terdalam manusia untuk memiliki dan terlibat dalam sesuatu yang berarti—baik itu relasi, komunitas, maupun nilai perjuangan. Sedangkan “desa” merepresentasikan kehidupan yang kolektif, inklusif, dan saling melengkapi.
Di antara dua gagasan tersebut, saya memaknai koperasi sebagai bentuk praksis nyata. Sebuah sistem berekonomi komunal yang relevan, membumi, dan dapat diperjuangkan sebagai gaya hidup masa depan.
Koperasi bukan semata soal simpan-pinjam atau kegiatan ekonomi berbasis anggota. Lebih dari itu, ia adalah ruang hidup bersama, tempat di mana setiap individu tidak hanya berperan sebagai pengguna sistem, tetapi juga sebagai pemilik dan penjaga nilai. Di koperasi, partisipasi adalah cinta, dan gotong royong adalah fondasi.
Dalam konteks pergerakan sosial digital, koperasi menjadi alat transformasi sosial yang konkret. Ia menjawab kebutuhan dasar gerakan: bagaimana menjaga daya tahan, keberlanjutan, dan integritas perjuangan di tengah lanskap digital yang cenderung transaksional dan terfragmentasi.
Koperasi digital, koperasi kampus, koperasi komunitas—semuanya dapat menjadi wujud dari sistem yang menghindari kompetisi destruktif dan mengedepankan kolaborasi produktif.
Namun, tentu saja, tantangan digital tidak bisa disepelekan. Ekonomi platform hari ini dikuasai oleh algoritma yang mendorong individualisme, persaingan tak sehat, dan akumulasi keuntungan di tangan segelintir.
Generasi muda kerap terjebak dalam budaya “instan dan viral”, di mana gerakan sosial diukur dari jumlah “likes” dan “followers”, bukan dari dampak dan nilai berkelanjutan. Ditambah dengan ketimpangan akses digital, disinformasi, serta dominasi teknologi oleh korporasi besar, maka perjuangan untuk membangun ekonomi sosial digital menjadi semakin kompleks.
Inilah mengapa pergerakan koperasi digital harus dibangun dengan kesadaran ideologis dan strategi yang terstruktur. Kita perlu membentuk ekosistem kolaboratif yang tidak sekadar hadir di ruang maya, tetapi juga menumbuhkan solidaritas di ruang nyata.
Koperasi bisa menjadi ruang belajar, ruang tumbuh, dan ruang berbagi. Selanjutnya bagaimana kita mengubah paradigma dari konsumsi menuju kontribusi, dari transaksi menuju transformasi.
Lebih dari sekadar struktur ekonomi, koperasi mengajarkan prinsip-prinsip demokrasi partisipatif: keterbukaan, kesetaraan, dan keadilan. Aturannya lahir dari konsensus, bukan dominasi. Desentralisasi menjadi kekuatannya, dan transparansi menjadi benteng kepercayaannya.
Di sinilah letak revolusi sejati: ketika masyarakat tidak hanya menuntut perubahan, tetapi juga secara sadar membangun sistem alternatif yang mencerminkan nilai-nilai kemanusiaan. Maka, hidup mandiri dalam koperasi bukan sekadar solusi alternatif, melainkan pilihan sadar menuju masa depan yang lebih manusiawi.
Koperasi adalah jembatan antara idealisme dan kenyataan. Ia menghubungkan perjuangan sosial dengan kekuatan ekonomi. Dan dalam lanskap zaman yang serba tak menentu, koperasi menawarkan kepastian: bahwa kita bisa tumbuh bersama, kuat bersama, dan berdaulat bersama. (Teguh Ari Prianto**)
_________
*Disampaikan dalam upgrading pengurus HMI Komisariat FISIP Unfari
** Jurnalis, Alumni HMI Komisariat Unfari, Praktisi Koperasi di Koperasi Digital “Migimo”(migimo.id).