News  

Kawasan Hulu DAS Citarum Kebijakan Siapa Regulasi Hanya Sebatas Jargon.?

KAB.BANDUNG, Potensinetwork.com –Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) di Kabupaten Bandung, khususnya kawasan Sungai Citarum, masih menghadapi berbagai persoalan mendasar. Mulai dari perbedaan kebijakan antar daerah, lemahnya sinergi lintas sektor, hingga minimnya pengawasan dan evaluasi dinilai menjadi penghambat utama dalam kebijakan.

Wakil Ketua I Forum Komunikasi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (FKPDAS) Jawa Barat, Sapto Prajogo, menyampaikan bahwa batas administrasi antar wilayah sering kali membuat kebijakan pengelolaan DAS tidak selaras. Kondisi ini berimbas pada sulitnya menata lingkungan secara menyeluruh di sepanjang aliran Sungai Citarum.

“Garut punya kebijakan sendiri, Bandung punya kebijakan sendiri. Akhirnya di lapangan tidak nyambung. Seharusnya pemerintah provinsi hadir untuk menjembatani agar semua pihak bisa berkolaborasi dalam pengelolaan DAS,” ujarnya, Kamis (18/9/2025).

Baca Juga:  Mobilitas Masyarakat tak Dibatasi, Seluruh Alun - Alun di Kabupaten Bandung Ditutup

Sapto menambahkan, FKPDAS di Kabupaten Bandung sampai saat ini belum memperoleh pengesahan dari pemerintah daerah. Akibatnya, forum hanya berfungsi sebagai wadah gagasan tanpa memiliki kewenangan eksekusi di lapangan.

Pertanyaan sama disampaikan, salah satu pegiat lingkungan Eyang Memet, menilai konsep kolaborasi atau pentahelix sering kali hanya sebatas jargon.
Menurutnya, kolaborasi nyata membutuhkan kesamaan langkah, keberpihakan anggaran, serta kesediaan untuk membangun potensi lokal yang sudah ada di Kabupaten Bandung.

“Potensi di Kabupaten Bandung sebenarnya sudah ada, tinggal bagaimana mengoptimalkannya. Kolaborasi harus disertai konsekuensi yang nyata, bukan hanya sekadar wacana,”harapnya.

Baca Juga:  Hari Jadi ke-384 Kabupaten Bandung, 3.840 Anak PAUD Pecahkan Rekor MURI Membatik Ecoprint

Ia menambahkan bahwa kondisi lingkungan Kabupaten Bandung, baik di hulu maupun hilir DAS, kini cukup mengkhawatirkan. Regulasi mengenai perhutanan sosial maupun kebijakan kehutanan dianggap belum berjalan sesuai harapan karena lemahnya monitoring dan evaluasi (MONEV).

“Regulasi itu banyak dan bagus, tetapi implementasi dan realisasinya belum maksimal masih kurang . Salah satunya MONEV hampir tidak pernah dilakukan. Bahkan pelaku perhutanan sosial bukan warga setempat, sehingga manfaatnya tidak maksimal,”ujarnya.

Selain itu, Eyang Memet juga berharap peran media atau jurnalis terkait dalam isu lingkungan. Menurutnya, pemberitaan yang konsisten dan bisa mengedukasi masyarakat, mengawal kebijakan, serta mengangkat potensi lokal yang kerap terabaikan.

Baca Juga:  Ketua KPU RI Muhamad Apinudin Resmikan Gedung KPU Kab.Bandung

“Tanpa jurnalis yang mengawal dan mengedukasi masyarakat, isu lingkungan hanya akan berhenti di tataran diskusi belaka,”tambahnya.

Eyang Memet menekankan, ke depan pengelolaan DAS di Kabupaten Bandung dapat dilakukan secara lebih terintegrasi. Sinergi antara pemerintah, komunitas, akademisi, dunia usaha, dan media menjadi kunci agar kelestarian Sungai Citarum dan daerah sekitarnya tetap terjaga.

“Penguatan regulasi, keberpihakan anggaran, serta pengawasan yang berkelanjutan dinilai menjadi langkah penting untuk mengurangi kerusakan lingkungan. Tanpa komitmen bersama, ancaman terhadap kualitas lingkungan Kabupaten Bandung dikhawatirkan semakin besar,”pungkasnya.