Breaking News
Ketum DAN-RI Sultan Sepuh Jaenudin II Arianatareja Dorong Presiden untuk Pemberian Gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Soeharto CIREBON, Potensinetwork.com – Ketua Umum Dewan Adat Nasional Republik Indonesia (DAN-RI), Sultan Sepuh Pangeran Heru Rusyamsi Arianatareja, S.Psi., M.H., menyatakan dukungan penuh terhadap usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Presiden Republik Indonesia ke-2, Jenderal Besar (Alm) H. M. Soeharto. Pernyataan tersebut disampaikan Sultan Sepuh dalam sebuah kegiatan di Cirebon, Sabtu (26/10/2025), yang dihadiri oleh jajaran tokoh adat dan masyarakat setempat. “Jenderal Besar Soeharto adalah sosok yang memiliki jasa besar bagi bangsa dan negara. Pembangunan yang beliau lakukan selama masa pemerintahannya telah memberikan dampak positif yang signifikan bagi kemajuan Indonesia,” ujar Sultan Sepuh Pangeran Heru. Menurut Sultan Sepuh, kepemimpinan Soeharto berhasil membawa Indonesia menuju kemandirian pangan, pertumbuhan ekonomi stabil, serta stabilitas politik dan keamanan nasional. “Beliau juga berjasa dalam memperkuat posisi Indonesia di kancah internasional,” tambahnya. Dampak Positif Era Kepemimpinan Soeharto Dalam pandangan Ketum DAN-RI, masa pemerintahan Orde Baru (1966–1998) di bawah Soeharto meninggalkan berbagai capaian monumental yang patut dikenang dan dijadikan bahan refleksi bagi generasi penerus bangsa. Beberapa di antaranya: Stabilitas Politik dan Keamanan: Soeharto berhasil menciptakan stabilitas nasional yang memungkinkan pembangunan berjalan tanpa gangguan ideologis dan konflik internal. Pertumbuhan Ekonomi Tinggi: Ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata 7,7% per tahun, meningkatkan pendapatan per kapita masyarakat. Pembangunan Nasional: Program besar seperti swasembada pangan, wajib belajar, keluarga berencana (KB), dan transmigrasi mempercepat kesejahteraan rakyat. Swasembada Pangan: Pada tahun 1984, Indonesia mencapai swasembada beras melalui program Revolusi Hijau. Pengendalian Inflasi: Pemerintah berhasil menekan inflasi dari 650% menjadi sekitar 120%, menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok. Penurunan Angka Kemiskinan: Dari 60% pada tahun 1970 menjadi sekitar 11% pada tahun 1996. Pembangunan Infrastruktur: Transportasi darat, udara, dan laut berkembang pesat, memperkuat integrasi nasional. Peran Internasional: Indonesia menjadi pendiri ASEAN (1967) yang hingga kini berperan besar dalam menjaga perdamaian dan kerja sama antarnegara di Asia Tenggara. Alasan Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional Sultan Sepuh menilai bahwa sejumlah jasa besar Soeharto layak dijadikan dasar untuk dianugerahkan gelar Pahlawan Nasional, antara lain: Jasa Mempertahankan NKRI dan melawan pemberontakan yang mengancam keutuhan bangsa. Peran Revolusi Fisik (1945–1949): Soeharto memimpin perebutan Yogyakarta dari Belanda. Memimpin Komando Mandala dalam operasi pembebasan Irian Barat. Mengatasi Ancaman PKI dan menjaga ideologi Pancasila. Trilogi Pembangunan Nasional: Menyeimbangkan stabilitas, pertumbuhan, dan pemerataan. Program Repelita: Lima tahun pembangunan dengan hasil nyata dan terukur. Pencapaian Swasembada Pangan: Bukti keberhasilan nyata kebijakan nasional di masa kepemimpinannya. Harapan kepada Pemerintah Di akhir pernyataannya, Sultan Sepuh Pangeran Heru Rusyamsi Arianatareja, S.Psi., M.H., menyampaikan harapan agar pemerintah mempertimbangkan secara serius usulan ini. “Ini adalah bentuk penghargaan yang layak diberikan kepada seorang tokoh yang telah memberikan kontribusi besar bagi bangsa dan negara. Alm. Jenderal Besar Soeharto selama kepemimpinannya sangat menjaga dan menegakkan nilai-nilai Pancasila,” tegasnya. Sultan Sepuh juga menegaskan bahwa pengusulan gelar pahlawan nasional bukan semata untuk mengenang masa lalu, melainkan sebagai penghormatan atas jasa dan keteladanan yang dapat menjadi inspirasi bagi generasi penerus bangsa.** 📍 Humas Media Center Keraton Kasepuhan – Kesultanan Cirebon Dewan Adat Nasional Republik Indonesia (DAN-RI) Cirebon, Jawa Barat Aksi Nyata Bersih Sampah Kota Cimahi Prajurit Kodam III/Slw Raih Juara Makassar Navy Open Water Sport Competition 2025 Pecah! GIGI dan Pesta Kembang Api Tutup Meriah Puncak HJKB Hari Santri Nasional, Wali Kota Ingatkan Hoaks yang Berpotensi Pecah Pelah Bangsa

Ngabuburit

Ilustrasi. Foto: a kusmawan

NYAWANG mangsa keur budak bareto, asa beurat pisan teu burung loba sukana, loba lalakon anu ngageleng pikanineungeun. Karek ge haneut poyan, geus ret deui ret deui kana jam. Sabaraha jam deui ka buka teh?

Biasana sakeur mapalerkeun pikiran tina suasana rohang dapur jeung perasaan hanaang lapar teh nya ku ngalobakeun aktivitas reujeung sasama batur ulin, kasebutna ngabuburit.

“Urang ngabuburit yu!” atawa ayeuna urang ngabuburit ka mana?” dua kalimah anu layeut dina guneman sapopoe mangsa puasa.

Baca Juga:  Shaum Sebagai Perisai Api Neraka

Wangun ngabuburit ilaharna liar ka hiji tempat anu lumayan anggang ti imah, leumpang abring-abringan.

Bisa oge ku raramean kaulinan tradisional samodel galah, sondah, keser, gatrik, kobak karet geulang, der der alider, parempet jengkol, hahawuan, rabutan boled, beberesan, damdaman, mamaungan, congklak atawa alakadar nongkrong dina garduh pos ronda atawa handapeun iuh-iuh tatangkalan bari heureuy saolabna.

Ngabuburit teh aktifitas bulan puasa ti mangsa mentrang beurang tepi ka sareupna. Da ari ti isuk-isukna mah kasebutna ngabeubeurang. Oge tradisi masarakat Sunda anu kiwari geus nganasional. Pedah we nilik kecapna nyunda “bingit” alias nyunda pisan. Bisa wae di daerah sejen oge aya, ngan istilah kecapna beda alias pada boga ngaran sewang-sewangan.

Baca Juga:  Wagub Jabar Gandeng Irma, Ingin Generasi Muda Seimbang Iptek Imtak