Bahian XII
Masih Seputar Kudeta di Kerajaan Galuh
TERUSIRNYA Sang Sena dari Keraton Galuh, jelas-jelas membangkitkan ketidak nyamanan keluarga besar Bumi Mataram.
Untuk meredam amarah itu, Ratu Parwati memasrahkan tahta Kerajaan Bumi Mataram kepada Sang Sena, menantunya itu. Akhirnya suami istri Sena-Sanaha ngawasa Bumi Mataram salila 16 taun (716-732 Masehi).
Sedangkan Ratu Parwati-Sang Amara hanya berlangsung 14 tahun (695-702 Masehi) untuk kemudian Sang Amara (Prabu Mandiminyak) naik tahta di Galuh dan meninggal dunia pada tahun 709 M, hal ini membuat Ratu Parwati seorang diri menduduki Tahta Bumi Mataram.
Ketika terjadi kudeta Sang Purbasora merebut tahta Galuh, Sang Sanjaya baru berusia 33 tahun. Dengan demikian, ia sangat berhati-hati mengikuti nasihat ayahnya ( Sang Sena ).
Diam-diam Sanjaya berikut pasukan gerilyanya; prajurit Bumi Mataram-Bumi Sambara menyusup ke wilayah Jawa Barat, masuk ke kerajaan Denuh (Tasikmalaya) menemui Sang Resiguru Wanayasa alias Sang Jantaka.
Ia mengenalkan dirinya sebagai putra dari Sang Sena (Bratasenawa) yang terusir dari tahta Galuh.
Sang Resiguru Jantaka sadar dan maklum, ia tengah berhadapan dengan ahli waris tahta Galuh yang paling berhak di antara para cucu-cicit Prabu Wretikandayun.
Sang Purbasora yang menggulingkan Sang Sena dari tahta Galuh harus secepatnya diganjar hukuman, begitu sesorah Sang Sanjaya dengan berapi-api.