Telusur Jejak Nenek Moyang Orang Sunda

Sang Sanjaya yang berjiwa petarung itu merasa tertantang dan merasa dirinya baru saja meluluh lantakkan keraton Galuh. Sindiran Sang Danghiyang Sempakwaja segera ia terjemahkan dengan menyiapkan pasukan untuk menggempur kerajaan Kuningan. Ternyata oleh karena persiapan yang serampangan, pasukan Sang Sanjaya dapat dipukul mundur oleh pasukan Tri Tunggal; Pandawa, Wulan, Tumanggal dalam bentrokan senjata di wilayah Cikuningan. Sang Sanjaya beserta pasukannya segera mundur kembali ke Galuh. Dengan demikian, Sang Danghiyang Sempakwajalah yang berhak menentukan siapa gerangan yang akan menjadi penguasa Galuh. Dan Sang Sanjaya sendiri harus taat atas putusan itu serta amanah dari Sang Ayah agar senantiasa tetap hormat kepada orang tua setunggal ‘karuhun’ dan pinisepuh Galuh.

Baca Juga:  Menapaki Jejak Zaman, Nusantara Harus Membayar Mahal untuk Memahami Kembali Nilai-Nilai Luhur Adat Budaya Miliknya Sendiri

Ternyata, Sang Danghiyang Sempakwaja menunjuk Premana Dikusumah putra dari patih Wijayakusumah, cucu dari mendiang Sang Purbasora. Setuju atau tidak, Sang Sanjaya harus menerima keputusan tersebut. Untuk penyeimbanga kekuasaan, Sang Sanjaya segera menunjuk anaknya, Sang Tamperan Barmawijaya jadi wakil raja sekaligus patih kerajaan Galuh. Sang Tamperan dibekali pasukan Sunda untuk mengisi pusat kota kerajaan Galuh. Kemelut di Galuh akhirnya memudar, dan Sang Sanjaya kembali ke “Dayeuh Pakuan” ibukota kerajaan Sunda.***(Catatan Terjemahan Drs Yosep Iskandar)