Pesan itu perlu disampaikan “untuk menepis spekulasi yang terlanjur berkembang di masyarakat”.
Koordinator Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), Kaharuddin, mengatakan aksi demonstrasi pada Senin (11/04) merupakan gelombang pertama gerakan mahasiswa atas enam tuntutan mereka yang harus dipenuhi pemerintah.
Pada Senin (28/03) lalu mereka telah menyerahkan tuntutan itu kepada presiden dan memberikan waktu 14 hari untuk menjawab.
Tuntutan pertama, mendesak Presiden Jokowi bersikap tegas atau menolak atas wacana penundaan Pemilu 2024 atau perpanjangan masa jabatan tiga periode.
Kemudian mendesak presiden menunda proyek pembangunan Ibu Kota Negara, menstabilkan harga serta ketersediaan bahan pokok, mengusut mafia minyak goreng, menyelesaikan konflik agraria, dan menuntut presiden juga wakil presiden menuntaskan janji-janji kampanye pada sisa masa jabatan.
Jika pemerintah tidak memenuhi permintaan tersebut maka gelombang demonstrasi berikutnya akan terus bergulir, kata Kaharuddin.
“Gerakan mahasiswa tidak akan berhenti pada 11 April 2022. Dan 11 April merupakan puncak gelombang pertama, akan ada gelombang-gelombang berikutnya ketika pemerintah keluar dari jalurnya dan mengeluarkan kebijakan yang nyeleneh,” jelasnya, dikutip BBC News Indonesia, Minggu (10/4).
Dari enam tuntutan yang disuarakan, penolakan atas wacana perpanjangan jabatan presiden hingga tiga periode menjadi persoalan krusial, tegasnya.
Sebab kendati beberapa hari lalu presiden telah memerintahkan para menterinya untuk tidak lagi membahas soal penundaan pemilu atau perpanjangan masa jabatan presiden ke publik, tapi hal itu dianggap tidak cukup.
Perkataan presiden disebut masih membuka peluang bagi DPR mengubah undang-undang.
Sehingga diperlukan pernyataan yang lebih tegas dan terang benderang bahwa presiden menolak sepenuhnya gagasan tersebut.
“Kami butuh pernyataan sikap dan komitmen bahwa presiden menolak. Apalagi keberadaan oposisi saat ini lemah. Begitu juga dengan DPR. Karena itu kami hadir untuk mengkritisi pemerintah agar kebijakannya pro kepada rakyat.”
“Kalau Presiden Jokowi tidak bisa tegas, maka tentu akan memicu gerakan mahasiswa untuk terus bergerak. Karena wacana itu sangat jelas menyalahi konstitusi,” ujarnya.***