Dampak
Sementara itu, Djajadi Hanan mengungkapkan, dampak dari potensi penurunan elektoral PDIP sudah mulai terlihat. Selama ini, sepuluh tahun terakhir, elektabilitas PDIP paling tidak dipengaruhi oleh tiga hal, ujar Djajadi.
Pertama, dipengaruhi oleh dukungan pemilih tradisional yang berbasis kuat seperti Bali dan Jawa Tengah, sumatera Utara, sulawesi Utara, dan sebaginya. Umumnya, pemilih tradisional ini akan berkisar diantara 15 samapaui 20 % an.
Faktor ke dua yang mempengaruhi elektabilitas PDIP adalah Megawati. Faktor ke tiga yang mempengaruhi elektabilitas PDIP selam sepuluh tahun terakhir ini adalah faktor Jokowi.
Hal ini karena Jokowi saat ini yang posisinya sebagai presiden, yang tingkat kinerjanya akan membuat elektabilitas PDIP berpengaruh.
Karena tingkat kepuasan terhadap kinerja presiden masih tinggi yakni diangkat 70 sampai 75 %, maka ketika Jokowi dianggap tidak lagi satu perahu dengan PDIP atau tidak baik, maka sejumlah pendukung Jokowi yang loyal akan berpengaruh kepada elektabilitas PDIP. Karena mereka akan mengikuti langkah Jokowi kemana arahnya.
Sementara publik tahu kemana langkah Jokowi saat ini, terutama dalam mendukung capres cawapres pada pilpres 2024. Hal ini mengakibatkan ada sebagian pemilih PDIP yang akan mengikuti langkah Jokowi.
Akumulasi “kerikil”
Step by step batu kerikil yang dirasa akan mengakumulasi tingkat kekecewaan Jokowi. Hal ini tentu berbeda dengan pemilu sebelumnya.
Rentetannya banyak, kata Anang, mulai dari arogansi Megawati terhadap Jokowi, yang mulai disebut sebagai “petugas partai”, ini menunjukan otoriternya dari kekuatan ketua umum, (Megawati).
“Ketika seorang presiden dikatakan sebagai petugas partai, ini sudah merusak sebuah demokrasi. Bahwa presiden itu untuk semuanya”, tandas Anang.*tri