Selain itu, terang Widi, bilamana maju di Pilkada Garut tahun ini, dirinya memiliki target yang tentunya berbeda dengan bakal calon lainnya. Ia menargetkan bukan tentang menang atau kalah, akan tetapi menunjukkan bahwa eksistensi politik milenial itu terletak pada caranya buka usianya.
“Seringkali saya menegaskan kepada rekan rekan saya yang tanya terkait keikutsertaan di pilkada, saya ingin menunjukan bahwa sejatinya eksistensi politik milenial itu terletak pada cara bukan pada usia,” ucapnya.
Widi menegaskan, milenial jangan terpaku pada usia 35 tahunnya, melainkan bagaimana pada usia itu mampu memerankan dalam cara dan gaya perpolitikannya. Sejauh ini, ungkap Widi, ia juga belum melihat ada tanda-tanda rekrutmen parpol yang sejalan dengan semangat milenial yaitu melalui cara dan proses bukan berpatokan pada usia, apalagi dengan melihat banyak uang atau memiliki modal besar.
Makanya, lanjut Widi, dirinya masih menunggu permodelan rekrutmen parpol-parpol di Garut yang berani melakukan penjaringan bakal calon secara terbuka dengan pendekatan panel atau uji kelayakan kemampuan intelektual secara objektif, sehingga menghasilkan calon pemimpin yang benar-benar layak dan berkualitas.
“Intinya saya ingin di uji terlebih dahulu dalam kemampuan dan berbagai hal yang standarnya jelas dan tegas untuk berkompetisi di Pilkada ini,” katanya.