KAB.BANDUNG, Potensinetwork.com – Pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026 di Kabupaten Bandung akan dimulai pada tanggal 23 Juni hingga 5 Juli 2025 mendatang. SPMB tersebut, dibagi beberapa kuota diantaranya jalur Domisili, Afirmasi, Prestasi dan Mutasi yang akan diterapkan disetiap sekolah di Kabupaten Bandung.
Menanggapi hal tersebut, anggota komisi D DPRD Kabupaten Bandung Agus Setiawan mengatakan, pelaksanaan SPMB tahun 2025 tidak ada diskriminasi. Karena, masyarakat butuh keadilan dan jujur.
“Saya berharap SPMB ini bisa dilaksanakan secara objektif, transparan, akuntabel, dan berkeadilan. Jangan ada diskriminasi. Karena masyarakat ingin sistem yang seadil-adilnya dan jujur,” tegasnya.
Menurut Agus, Jalur domisili, secara teknis sama dengan sistem zonasi pada SPMB (PPDB) sebelumnya. Jalur domisili diperuntukkan bagi calon murid yang berdomisili di wilayah penerimaan serta telah ditetapkan oleh pemerintah daerah.
“Selain domisili, tersedia pula jalur afirmasi untuk anak dari keluarga ekonomi tidak mampu serta penyandang disabilitas. Sedangkan jalur prestasi, untuk siswa berprestasi akademik dan non-akademik dan jalur mutasi untuk anak yang orang tuanya pindah tugas,” jelasnya.
Dia mengungkapkan, pelaksanaan SPMB 2025 mengacu pada Peraturan Bupati (Perbup) Kabupaten Bandung Nomor 50 Tahun 2025. Dalam peraturan itu ditetapkan besaran kuota untuk masing-masing jalur penerimaan.
Seperti, untuk jenjang SD, jalur domisili minimal 70 persen, afirmasi 15 persen, dan mutasi maksimal 5 persen. Sedangkan jenjang SMP, jalur domisili minimal 40 persen, afirmasi 20 persen. Sedangkan untuk jalur prestasi dan mutasi masing – masing maksimal 25 persen, danl 5 persen.
“Di masyarakat itu, banyak yang ingin zonasi dihilangkan. Mereka berharap kembali ke sistem seleksi berdasarkan NEM, karena itu lebih adil dan kelihatan kemampuannya. Kalau pakai zonasi atau domisili, ya kebayang kondisi di lapangan, jadi ribet,” akunya.
Namun, ujar Politisi PKS ini, sistem yang ditetapkan dalam SPMB tahun ini bertujuan untuk memberikan kesempatan yang adil bagi seluruh siswa dalam mengakses layanan pendidikan yang berkualitas, terutama dekat dengan tempat tinggalnya.
Selain itu, sistem ini juga mendorong peningkatan prestasi siswa serta memperkuat peran serta masyarakat dalam proses seleksi.
“Di Bab I Pasal 2 Perbup itu disebutkan tujuannya antara lain memberikan kesempatan yang adil, meningkatkan akses pendidikan untuk keluarga tidak mampu, mendorong prestasi, dan mengoptimalkan keterlibatan masyarakat,” kata Agus.
Sementara, Agus menjelaskan, minat masyarakat untuk menyekolahkan anak-anaknya ke sekolah negeri masih tinggi, terutama karena sekolah negeri tidak memungut biaya.
“Saya lihat masyarakat itu berbondong-bondong ingin masuk ke SMP Negeri. Ya salah satunya karena gratis. Pelayanannya juga mungkin dianggap lebih baik daripada sekolah swasta,” ujarnya.
Namun begitu, ia mendorong agar kualitas sekolah swasta pun ditingkatkan, terutama menyusul keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa pendidikan dasar wajib digratiskan oleh pemerintah.
“Dengan keputusan MK yang mewajibkan pemerintah menggratiskan SD dan SMP, saya berharap nanti sekolah swasta bisa seperti sekolah negeri. Sekolah swasta rasa negeri. Harus ada perhatian terhadap sarana-prasarananya juga,” kata Agus.
Ia menekankan bahwa kualitas pendidikan harus merata, tidak hanya di sekolah negeri.
“Kalau nanti sekolah swasta juga ditingkatkan, masyarakat punya banyak pilihan. Tidak numpuk di sekolah negeri saja. Ini akan menjadikan pendidikan lebih merata,” tutupnya.
“Kami berharap pelaksanaan SPMB di tahun-tahun mendatang bisa terus diperbaiki dan mampu menjawab kebutuhan masyarakat luas,” sambung Agus. ***