“Minimal hari Rabu (15/12) nanti, kita akan mengundang utusan dari 27 kota/kabupaten di Jabar ke Gedung Sate untuk membicarakan masalah ini, sehingga kami tidak membuat keputusan sendiri, tapi hasil kebersamaan dan kesepakatan dengan para kiai, termasuk di dalamnya kolaborasi dengan Kementerian Agama dan MUI Provinsi Jabar,” ucapnya.
Untuk itu, Uu yang juga Panglima Santri Jabar ini meminta masyarakat, khususnya para orang tua yang anaknya menjadi santri di ponpes-ponpes, tidak terbawa stigma negatif akibat kasus pemerkosaan santriwati di Kota Bandung.
Ia mengatakan, keberlangsungan aktivitas santriwan dan santriwati di ponpes di Jabar dilakukan secara terpisah dan terbatas, sehingga moral dan etika para santri tetap terjaga.
Dengan demikian, Uu meyakinkan, masyarakat bahwa ponpes di Jabar aman dan terkendali.
“Saya minta dan mohon kepada orang tua untuk tidak terbawa image-image yang menggoreng berita ini seolah-olah pesantren itu negatif. Orang tua jangan takut memasukkan anaknya ke ponpes. Yang (anaknya) sudah (masuk ponpes) pun, jangan merasa gerah,” tuturnya.
“Insya Allah ponpes di Jabar yang berjumlah 1.500 dan jumlah santri sekitar 4,8 juta aman, terkendali, tidak akan ada apa-apa, karena di pesantren laki-laki dan perempuan dipisah, termasuk guru laki-laki dan perempuan. Aktivitas sehari-hari juga ada pembatasan. Artinya, akan terjaga moral dan etika,” imbuhnya.
Selain itu, Uu juga mengklarifikasi bahwa kasus pemerkosaan santriwati di Kota Bandung tidak terjadi di ponpes, melainkan boarding school.
Menurutnya, boarding school tidak bisa didefinisikan sebagai ponpes karena tidak mempelajari 12 fan ilmu yang menjadi dasar pembelajaran di ponpes.