Supaya ketika berceramah dapat ditangkap dan disukai oleh jamaahnya; diwarnai susunan kalimat yang menarik “ngentep seureuh dan murwakanti”.
Hal itu berlaku turun temurun kepada ribuan santri-santrinya.
Lingkungan pesantren Priangan telah terbiasa menggunakan bahasa Sunda, walaupun kini diiming-imingi dengan sebutan pesantren modern.
Terutama ketika muruk ngaji kepada santrinya, dengan melogat kalimah hurup arab kitab kuning. Kebiasaan melogat berbahasa Sunda terus berjalan hingga sekarang ini.
Semua santri dalam pelajaran berceramah selalu memakai bahasa Sunda.
Bahkan sengaja mencari kata atau kalimat-kalimat menarik agar enak dan santun di telinga.
Sedangkan para ajengan sudah terbiasa membuat mukodimah ceramah baik itu dalam ceramah upacara pengantinan atau dalam kegiatan lainnya.