Emma Dety turut memberikan edukasi kepada para kader PKK dalam upaya pilah pilih olah sampah melalui program TPS3R (Tempat Pengolahan Sampah dengan prinsip Reduce, Reuce, Recycle).
Ia berharap kepada kader PKK untuk memperhatikan sampah plastik dari bekas kantong belanja maupun bekas benda atau sisa kemasan plastik. Selain itu, sampah keresek, sampah kertas, sampah perbotolan, sampah B3 (bahan berbahaya dan beracun), seperti pecahan kaca, kaleng bekas, batu batre, bekas lampu, softex, pampers bayi dan lainnya.
“Pampers bayi bisa digunakan bahan daur ulang. Bekas pampers bayi bisa ditampung di bank sampah,” katanya.
Emma Dety pun memberikan edukasi kepada kader PKK untuk membuat LCO (lubang cerdas organik) untuk menampung sampah organik. Minimal membuat 2 LCO setiap rumahnya, dengan kedalaman 75-100 cm.
“LCO ini untuk menampung sisa sayuran maupun makanan rumah tangga,” katanya.
Emma Dety juga turut memberikan edukasi terkait tata cara pembuatan pupuk kompos yang berasal dari bahan-bahan yang ada di sekitarnya.
Mulai dari menggunakan sisa dedaunan, bubuk gergaji, dedak, kardus yang dicampur tanah, kemudian disiram air beras dan sedikit air yang dicampur gula putih.
“Dalam kurun waktu satu bulan bisa jadi pupuk kompos untuk tanaman. Pupuk kandang (kambing atau domba) bisa digunakan pupuk organik yang dinilai lebih bagus untuk kesuburan tanah dan tanaman. Jadi di lingkungan sekitar banyak potensi yang bisa dijadikan pupuk organik. Jadi tidak ada alasan kekurangan pupuk,” jelasnya.
Ia berharap para kader PKK untuk menjadi contoh bagi masyarakat lainnya. “Harus menjadi contoh dulu bagi diri sendiri, baru ke orang lain,” harapnya.
Disampingi itu, Emma Dety turut mengungkapkan pentingnya keluarga tangguh bencana, selain desa harus tanggap dalam menghadapi potensi bencana. Seperti ancaman banjir, longsor dan bencana lainnya.
“Stunting juga bisa dianggap bencana. Covid-19, juga bisa disebut bencana. DBD (demam berdarah dengue) juga bisa disebut bencana. Antisipasi DBD, yaitu dengan cara gotong royong membersihkan selokan, selain melaksanakan foogging untuk antisipasi ancaman penyakit DBD supaya tidak menyebar,” katanya.
Dikatakannya, untuk penanganan stunting bisa menggunakan anggaran Dana Desa. Untuk menangani stunting, ia menyebutkan bayi yang diberikan makanan bergizi dengan kondisi bayi usia 6 bulan sampai 24 bulan yang berada di bawah garis merah.
“Makanan bergizi itu bisa berupa telor, ikan, daging, sayuran dan lain-lian,” katanya.
Emma Dety berharap ibu hamil juga diberikan makanan bergizi supaya tidak melahirkan bayi stunting.(*)