Hukrim  

PANDANGAN BUDAYAWAN MADURA, Syaf Anton WR atas maraknya kasus pertikaian, terjadi pergeseran stigma (“CAROK”).

carok
Budayawan Madura, Syaf Anton WR. (foto ; SYAF ANTON WR UNTUK JPRM)

Definisi dan makna

Beberapa bahasa Madura yang memiliki makna perkelahian, diantaranya atokar, acampo, akeket, dan acarok.

Semuanya memiliki makna tentang perkelahian. Namun, khusus carok, menjadi salah satu tradisi yang sangat diagungkan oleh masyarakat Madura pada masa dahulu.

Syaf Anton mengatakan, carok sudah lama menjadi tradisi di Madura. Bahkan, ratusan tahun sebelum kemerdekaan bangsa Indonesia, sudah ada tradisi carok.

Namun, carok yang dimaksud memiliki ritual khusus yang wajib dipenuhi.

”Tradisi carok, sebagian banyak terjadi di wilayah Madura bagian barat, seperti Sampang dan Bangkalan,” tuturnya, dilansir dari Radar Madura.id, 15/1/2024.

Sementara untuk Madura bagian timur, sangat jarang terjadi carok. Bahkan, hampir tidak ada sama sekali. Dia menegaskan, tradisi carok sudah lama hilang.

Karena itu, pertikaian hingga memakan korban beberapa waktu terakhir dipastikan bukan bagian dari carok.

Ada kesepakatan

Dalam tradisi carok, harus ada masalah yang dapat menjadi alasan disepakatinya terjadinya carok. Biasanya, masalah yang dimaksud berkaitan dengan masalah perempuan. Sebab, bagi orang Madura, perempuan adalah sosok yang sangat mulia dan harus dilindungi.

Baca Juga:  Herry Wirawan Divonis Seumur Hidup, Kuasa Hukum Bilang…

Tidak heran jika orang Madura rela mempertaruhkan nyawanya untuk melindungi harga diri seorang perempuan.

Masalah lain yang bisa dijadikan alasan untuk melakukan carok, adalah permasalahan tentang air atau irigasi.

Zaman dulu, kondisi Madura cukup gersang. Akibatnya, ketersediaan air dianggap sebagai suatu hal yang sangat prinsip. ”Jika ada yang mengeklaim atau mengambil air tanpa izin pemilik, bisa memicu carok,” ungkapnya.

Hal utama yang menjadi alasan terjadinya carok adalah tentang harga diri. Dalam bahasa Madura, ada dua kata yang mendefinisikan malu. Yaitu, malo dan todhus. Kata todhus, memiliki makna malu yang dianggap biasa.

Sedangkan malo, memiliki makna malu yang sangat dalam. Bahkan, malu yang dimaksud sudah menjatuhkan harga diri. Sehingga, untuk menebus rasa malu tersebut harus diselesaikan dengan mekanisme carok.

Perkelahian dalam carok harus dilakukan satu lawan satu. Hal tersebut sudah menjadi syarat untuk mengadakan carok. Karena itu, jika orang yang terlibat dalam perkelahian bukan satu lawan satu alias keroyokan, ditegaskan bukan terkategori sebagai carok.

Baca Juga:  Video Puisi Kemerdekaan Tidar Jakarta Pusat Viral, Tamara: Bentuk Semangat Pemuda

Selain itu, dua orang yang berencana melakukan carok harus ada kesepakatan. Karena itu, penantang dan orang yang ditantang dipastikan sudah sama-sama siap untuk melakukan carok. Waktu dan tempat pelaksanaan carok juga harus berdasar kesepakatan bersama.

”Untuk melakukan carok, butuh waktu yang panjang. Tidak bisa dilakukan dengan singkat,” jelasnya.

Dua pihak yang akan melakukan carok, lanjut dia, harus berpamitan kepada keluarganya masing-masing. Sehingga, pihak keluarga akan menggelar tahlilan dan doa bersama sebagai ritual memohon perlindungan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sementara untuk orang yang akan melakukan carok, diberi waktu cukup lama untuk berkelana. Sehingga, berkesempatan mencari guru dan mendalami ilmu kanuragan. Tidak heran jika carok yang dilakukan pada masa dahulu, berlangsung sampai tiga hari tiga malam.

”Kalau salah satu orang yang terlibat carok ada yang kalah, maka yang menang akan mengantarkan mayatnya kerumahnya atau kerumah kerabatnya. Jadi, ada etika dalam tradisi carok,” tuturnya.

Baca Juga:  Pamer Harta di Media Sosial, bagaimana hukumnya ?

Dalam carok, tidak boleh menyisakan dendam. Keluarga dari kedua belah pihak harus sama-sama legawa. Meskipun, nanti ada salah satu yang tewas.

Mat Tanjar, Guru Silat, korban meninggal dalam tragedi “Carok Bangkalan” Jum’at, 12/1/2024

”Kalau ada saudara yang ingin membalas, maka harus ada perjanjian atau kesepakatan kembali untuk melakukan carok. Tidak bisa melukai dari belakang,” jelasnya.

Kedua pihak yang terlibat carok harus bertanding secara berhadapan. Dalam carok, dilarang menyerang anggota tubuh bagian belakang. Sasarannya harus mengarah ke anggota tubuh bagian depan. Seperti dada, perut, dan lain sebagainya.

”Jika ada yang melukai anggota tubuh bagian belakang, orang tersebut dianggap pengecut,” tegasnya.