POTENSINETWORK.COM – Warga RW 13 dan 14 Desa Cilame, Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung mengeluhkan keberadaan tower Base Transceiver Station (BTS) milik PT.Telkomsel yang dikelola PT.Mitratel.
Menurut data kontrak, tower BTS tersebut berdiri sejak tahun 2005 lalu dan berakhir pada bulan Maret 2025 kemarin.
Keluhan warga tersebut, disampaikan melalui Aep Nurdin ketua RW 13 dan Asep Hadian ketua RW 14. Menurutnya, warga sering mengeluh dampak negatif dengan keberadaan tower BTS tersebut.
“Ya, banyak warga yang mengeluh dari dampak keberadaan tower itu. Infonya, kontrak kerjasamanya juga sudah habis pada awal tahun ini,” kata Asep yang dibenarkan pula oleh Aep, saat ditemui di Kantor Desa Cilame, Kamis 10 April 2025.
Menurutnya, keberadaan tower BTS tersebut tentu akan berdampak positif dan negatif. Namun, selama ini keluhan yang diterima dari warga baik secara langsung atau tidak langsung hanya dampak negatif.
“Betul, sebagai ketua RW kami sering menerima keluhan warga sekitar tower itu secara negatif baik secara langsung atau tidak langsung,” jelasnya.
Hal senada katakan Alo Sobirin kepala Desa Cilame, Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung, kontrak lahan tower BTS tersebut, memang sudah habis sejak bulan Maret 2025 lalu.
Sehingga, kata Alo, banyak warga yang mempertanyakan keberadaan tower BTS tersebut, karena selama hanya merasakan dampak negatif tidak ada efek positif baik secara langsung atau tidak langsung.
Alo menjelaskan, sepengetahuan pihaknya, tower BTS milik Telkomsel tersebut berdiri sejak tahun 2005 lalu dan pada masa itu, Desa Cilame, masih masuk ke wilayah kecamatan Soreang dan lokasi tower itu berdiri di RW 11.
Dengan berjalannya waktu, Desa Cilame sudah masuk wilayah Kecamatan Kutawaringin, Kabupaten Bandung setelah adanya pemekaran kecamatan pada tahun 2007 lalu. Sehingga, lokasi berdirinya tower BTS tersebut sudah berubah.
Maka, pada tahun 2025 ini, lanjut Alo, sesuai dengan arsip data perjanjian kontrak lalu keberadaan tower BTS PT.Telkomsel harus sudah diperbaharui.
“Ya, kami membaca pada kontrak antara pemilik lahan dan PT.Telkomsel memang sudah berakhir pada bulan Maret 2025 kemarin. Namun, sampai saat ini belum ada informasi diperpanjang,” katanya.
Alo menegaskan, dalam dokumen perjanjian sewa menyewa tanah antara pemilik lahan dan PT.Telkomsel, dirinya membaca ada jaminan atas penggunaan objek sewa.
“Pemilik lahan menjamin bahwa penyewa dapat mempergunakan lahan objek perjanjian ini, sesuai dengan maksud dari Perjanjian itu, untuk pemasangan, penempatan, pengoperasian perangkat dan peningkatan kapasitas Sistem Telekomunikasi milik Penyewa,” akunya.
Apabila setelah diadakannya perjanjian tersebut, tegas Alo, terdapat pernyataan keberatan dari warga sekitar lahan, atau terjadi penggusuran terhadap lahan objek sewa oleh pihak ketiga yang mengakibatkan Penyewa tidak dapat mempergunakan Lahan.
Maka, lanjut Alo, sesua dalam ayat 9.1, maka Penyewa berhak untuk memutuskan perjanjian dan pemilik lahan wajib untuk mengembalikan harga sewa yang telah dibayarkan oleh Penyewa yang besarnya sebanding dengan jangka waktu sewa yang belum dijalankan, ditambah biaya-biaya lain yang dikeluarkan oleh Penyewa saat pembayaran dilakukan.
“Hal itu mungkin menjadi pertanyaan dan keluhan warga sekitar BTS. Sebagai kepala desa, saya belum bisa komunikasi dengan pihak perusahan baik pemilik atau pengelola BTS apa mau diperpanjang atau tidak,” pungkasnya. (*)