News  

Kades dan Notaris bisa dijerat KUHP, Apabila ….

Letter C
*Ilustrasi / Gambar: istimewa_

(CIMAHI), Potensinetwork.com – Letter C Desa adalah catatan administrasi desa/kelurahan yang berisi data-data kepemilikan tanah, yang fungsinya dulu sebagai bukti pembayaran pajak dan data riwayat penguasaan tanah. Meskipun sering dianggap sebagai bukti kepemilikan, Letter C bukan bukti hak yang kuat secara hukum dan tidak memiliki kekuatan hukum setara dengan Sertifikat Hak Milik (SHM).

Dokumen ini digunakan sebagai dasar awal untuk proses legalisasi tanah, namun harus ditingkatkan ke sertifikat di Kantor Pertanahan (BPN) untuk kepastian hukum yang lebih kuat.

Surat letter C disimpan di kantor desa atau kelurahan. Buku letter C ini adalah catatan kepemilikan tanah secara turun-temurun di wilayah tersebut, sedangkan warga biasanya hanya memiliki kutipan atau salinan dari catatan tersebut, bukan dokumen aslinya.

Di kantor desa/kelurahan: Buku asli letter C yang berisi riwayat dan data kepemilikan tanah disimpan sebagai arsip di kantor desa atau kelurahan setempat.
Tujuan: Catatan ini digunakan sebagai bukti kepemilikan tanah tradisional dan dasar untuk mengurus sertifikat tanah di kemudian hari.

Apa yang bisa dimiliki warga: Warga biasanya hanya memiliki kutipan atau salinan (termasuk girik atau petok D) dari buku letter C, bukan buku aslinya.

Sanksi hukum untuk penggelapan lahan atau penyerobotan di Indonesia diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan peraturan perundang-undangan terkait lainnya, dengan ancaman pidana penjara hingga 4 tahun untuk penyerobotan, dan hingga 5 tahun untuk penggelapan murni.

Tanggung jawab Kepala Desa terhadap Letter C adalah memelihara buku Letter C desa dan menggunakannya sebagai dasar penerbitan surat keterangan tanah (SKT) untuk masyarakat, serta mengarahkan warga untuk mengonversi Letter C menjadi sertifikat hak milik demi kepastian hukum yang lebih kuat. Kepala desa tidak boleh menolak mengeluarkan SKT dan harus dapat menyelesaikan sengketa tanah di tingkat desa secara non-litigasi seperti mediasi.

Baca Juga:  PJ Kepala Desa Agus Ali, Realisasikan BLT di Aula Desa Cangkuang kulon Kecamatan Dayeuhkolot.

Tanggung jawab utama Kepala Desa;
Pemeliharaan buku Letter C: Kepala Desa, atau perangkat yang ditunjuk, bertanggung jawab untuk menyimpan dan memelihara buku Letter C yang mencatat bukti kepemilikan tanah adat.

Penerbitan SKT: Kepala Desa wajib mengeluarkan Surat Keterangan Tanah (SKT) berdasarkan data di buku Letter C, baik untuk tanah yang akan dikonversi menjadi sertifikat hak milik maupun untuk keperluan lainnya.

Mengarahkan masyarakat untuk sertifikasi: Kepala desa harus menghimbau dan memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pentingnya mendaftarkan Letter C menjadi sertifikat hak milik yang memiliki kekuatan hukum lebih kuat.

Menyelesaikan sengketa tanah: Kepala desa berperan sebagai mediator untuk menyelesaikan sengketa tanah di tingkat desa melalui tindakan non-litigasi seperti mediasi dan negosiasi, demi menciptakan ketertiban dan kerukunan masyarakat.

Hal-hal yang harus dihindari
Menolak mengeluarkan SKT: Kepala desa tidak boleh menolak mengeluarkan SKT karena hal itu merupakan tugasnya. Penolakan yang tidak tepat dapat berujung pada teguran atau gugatan perbuatan melawan hukum.

Membantu penyerobotan tanah: Kepala Desa yang terbukti membantu proses penyerobotan tanah dapat dikenakan sanksi pidana.

Notaris yang terlibat dalam tindak pidana penggelapan atau penyerobotan tanah dapat dikenakan berbagai sanksi secara pidana, perdata, dan administratif (termasuk sanksi etik profesi), yang dapat mengarah pada pemberhentiannya dari jabatan.
1. Sanksi Pidana
Notaris yang terbukti melakukan tindak pidana akan diproses sesuai hukum yang berlaku di Indonesia. Sanksi pidana yang dapat dikenakan meliputi:
Hukuman Penjara: Berdasarkan KUHP, tindak pidana penggelapan diatur dalam Pasal 372 KUHP dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun.

Baca Juga:  Kadisdukcapil Sampaikan Sosialisasi Aplikasi IKD

Sementara itu, penyerobotan tanah diatur dalam Pasal 385 KUHP (kejahatan stellionnaat atau penggelapan hak atas harta tak bergerak) dengan ancaman pidana penjara paling lama 4 tahun, atau bahkan bisa mencapai 20 tahun penjara jika termasuk dalam kategori mafia tanah.

Turut Serta Melakukan Kejahatan: Notaris juga bisa dijerat dengan pasal turut serta atau membantu tindak kejahatan (Pasal 56 KUHP), jika terbukti memfasilitasi perbuatan melawan hukum tersebut, misalnya melalui pemalsuan akta otentik (Pasal 264 jo 263 KUHP).

2. Sanksi Perdata
Pihak yang dirugikan dapat mengajukan gugatan perdata terhadap notaris yang bersangkutan. Sanksi perdata ini berupa kewajiban untuk:
Membayar Ganti Rugi: Notaris dapat diwajibkan membayar ganti rugi kepada pihak yang dirugikan atas kerugian yang ditimbulkan akibat perbuatannya yang melawan hukum (Pasal 1365 KUH Perdata).

3. Sanksi Administratif dan Etik
Selain sanksi pidana dan perdata, notaris juga akan menghadapi sanksi berdasarkan UU Jabatan Notaris (UUJN) dan Kode Etik Notaris yang dijatuhkan oleh Majelis Pengawas Notaris (MPW/MPP) dan Dewan Kehormatan Notaris:
Peringatan tertulis, Pemberhentian sementara, Pemberhentian dengan hormat, Pemberhentian dengan tidak hormat dari jabatannya sebagai notaris, terutama jika kasusnya serius dan notaris terbukti terlibat dalam tindak pidana.

Secara ringkas, Notaris yang terlibat dalam kasus penggelapan atau penyerobotan tanah akan menghadapi konsekuensi hukum yang berlapis dan berat, yang pada akhirnya dapat menyebabkan hilangnya izin praktik dan profesi yang dijalaninya.

Baca Juga:  Mencari Bibit Berprestasi Melalui IGORNAS CUP 2024

Notaris merupakan Pejabat Umum yang berwenang untuk membuat akta otentik sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris (selanjutnya disebut UUJN).

Pembuatan akta otentik oleh dan/atau di hadapan Notaris, didasarkan atas perintah Undang-Undang atau atas permintaan para pihak.

Pada hakikatnya, akta otentik memuat kebenaran formal sesuai dengan apa yang dikehandaki oleh para pihak, namun Notaris berkewajiban untuk menjelaskan dan memberikan informasi yang bersifat penyuluhan hukum berkaitan dengan hal-hal yang akan dimuat dalam akta.

Dengan demikian para pihak bebas menentukan untuk menyetujui atau tidak menyetujui isi akta yang akan ditandatanganinya.

Bahkan, sanksi terberatnya bila melakukan pelanggaran hukum dapat dilaporkan ke Majelis Pusat Notaris Kementerian Hukum dan HAM untuk pemberhentian tidak dengan hormat.

Disclaimer : Siapapun (oknum) yang terlibat atau turut terlibat dalam pembuatan dan /atau penerbitan sertipikat yang tidak sesuai dengan keterangan (alas hak), maka kepadanya dapat diancam dengan pasal yang menerangkan perbuatan, keterlibatan dan/atau turut terlibat atas penerbitan sertipikat tanah yang tidak sesuai dengan keterangan yang sesungguhnya. *tri_rent_